ISTILAH monopoli
proyek, sejatinya telah lama menjadi rahasia umum. Namun belakangan istilah itu
semakin santer terdengar dan bahkan sangat membahayakan dunia usaha dan
perputaran roda ekonomi. Praktek persekongkolan dalam tender dan persaingan
usaha tidak sehat, tampaknya semakin menjadi primadona dikalangan pengusaha “hitam”
ditanah air. Hal itu tentu saja dilakukan untuk menguasai sejumlah paket proyek
dengan nilai yang fantastis.
Sebelum dilakukan dilakukan secara online, Pengadaan Barang/Jasa atau lebih dikenal dengan lelang/tender,
dilaksanakan secara manual. Lalu seiring dengan perkembangan teknologi,
akhirnya sejak tahun 2005 lalu, lelang mulai dilakukan dengan sistem online.
Tak dapat dipungkiri memang, jika tender online memiliki beberapa
kelebihan, terutama efisiensi waktu, biaya, maupun dari segi penyiapan dokumen.
Selain itu, semua data kualifikasi, secara otomatis tersimpan dalam database LPSE, sehingga peserta tender
tidak perlu meng-upload data- data
setiap kali hendak mengikuti tender online.
Hanya cukup sekali upload dan mencentang
dokumen yang dipersyaratkan oleh Instansi penyelenggara tender, mulai dari
dokumen perijinan seperti SIUP, TDP, NPWP, bukti setor pajak baik SPT maupun
SSP, daftar inventaris kantor, tenaga ahli, neraca, dan lain sebagainya.
Lalu terkait dengan kegiatan aanwidzing
juga dilakukan secara online. Peserta
dapat bertanya secara online kepada
panitian tender. Dengan demikian para peserta tender tidak perlu lagi mondar-
mandir kantor atau instansi penyelenggara tender, karena bisa dilakukan secara online, termasuk tersedianya software yang berfungsi sebagai penyampul
dokumen- dokumen penawaran, yang bekerja layaknya software winrar.
Sejatinya kegiatan tender online juga diadakan salah satunya untuk
menghindari praktek korupsi dalam dalam tender, karena peserta tender hanya dibolehkan
bertemu dengan Panitia setelah peserta dinyatakan sebagai calon pemenang, yakni
ketika panitia melakukan verifikasi data asli dengan dokumen penawaran.
Kelemahan
Namun, dari semua kelebihan tersebut, ternyata tender online juga memiliki kelemahan-
kelemahan, yang bisa saja dimanfaatkan oleh panitia dan peserta tender “nakal”.
Belakangan, sejumlah organisasi profesi pengusaha menyoroti sejumlah kelemahan
yang merugikan banyak pihak tersebut. Kelemahan yang paling banyak disoroti
terutama terkait dengan seringnya terjadi kegagalan dalam melakukan proses upload dokumen penawaran, tidak
terjaminnya keamanan data perusahaan terkait penawaran, ketidakjelasan
penanggungjawab sistem dan infrastruktur serta SDM, sering terjadinya fenomena under price bid, ketidakjelasan perangkat
hardware maupun software yang digunakan panitia.
Yang paling menjengkelkan menurut sejumlah pengusaha adalah, ketika
server-nya down dan website tidak
bisa di akses dalam waktu sekian jam, sehingga seringkali peserta gagal meng-upload dokumen penawaran karena telah
melewati batas waktu yang ditentukan panitia. Lalu tak jarang pertanyaan peserta
saat aanwidzing tidak dijawab oleh
panitia. Hal itu juga menjadi sangat merepotkan,karena dalam tender, sedikit
saja terdapat kesalahan pada dokumen, bisa dijadikan “senjata” ampuh oleh
panitia “nakal” untuk menggugurkan penawaran peserta.
Kelemahan lainnya adalah, sejak pengadaan sistem online, rekanan tidak tahu seperti apa software yang diterapkan, kemampuan (SDM)
operatornya juga dipertanyakan, lalu bagaimana dengan spesifikasi perangkat hardware, security system terkait kerahasiaan data penawaran juga hingga saat
ini masih menjadi tanda tanya.
Bahkan pada titik pertanggungjawaban yang diserahkan kepada pihak
ketiga, hingga saat ini masih dipertanyakan sejumlah pengusaha. Karena, ketika
peserta mengajukan protes, biasanya para pihak tersebut saling lempar tanggungjawab.
Bahkan tidak jarang ketidakjelasan sistem lelang online itu dipertanyakan oleh para pengusaha, karena mereka
menganggap kelemahan- kelemahan yang ada hingga saat ini, bukan tidak mungkin disengaja
oleh pelaksana dan penanggungjawab lelang, sebagai bagian dari upaya
mengamankan kepentingan pengusaha dan dirinya dalam menentukan pemenang lelang.
"Akibat dari masih banyaknya kelemahan yang ada, pada sekitar tahun 2006 lalu, tujuh asosiasi yang tergabung dalam Forum Lintas Rekanan Pengadaan Barang dan Jasa Kontruksi (Forjasi) di Jatim, yang terdiri atas Gapeksi, Akbarindo, Gakindo, Askumnas, APBI, Appindo, dan Asosiasi Kontraktor Perpipaan Nasional Indonesia, pernah mengajukan gugatan hukum terkait empat aspek tender online yang dinilai tidak transparan, seperti SDM tenaga administrator pengelola, software, hardware dan faktor keamanan".
Monopoli
Seringkali para pengusaha menyampaikan pengaduan terkait
kelemehan- kelemahan yang terdapat dalam sistem tender online kepada bagian Bina Program, namun pengaduan tersebut tak
jarang diabaikan, dan hal itu terlihat dari tidak adanya evaluasi atas laporan
yang mereka sampaikan. Dan kelemahan- kelemahan itulah yang membuka lebar pintu
untuk perbuatan monopoli proyek.
Hingga saat ini, dilingkungan pemerintah, mulai dari kementerian
hingga ditingkat dinas, masih banyak sekali terdapat praktek monopoli terhadap
paket- paket proyek pemerintah dengan nilai yang fantastis. Tender pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dilakukan melalui sistem online,
ternyata semakin membuka lebar praktek penguasaan anggaran melalui paket- paket
proyek oleh perusahaan- perusahaan “nakal”.
Seiring perkembangan jaman,
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat semakin berani dipertontonkan
dalam dunia usaha ditanah air belakangan ini. Dan hal itu tidak saja dilakukan
secara sembunyi- sembunyi, namun juga dilakukan secara terang- terangan. Praktek
monopoli secara sembunyi- sembunyi dalam hal ini adalah, penguasaan sejumlah
paket proyek pada satu instansi oleh satu pengusaha dengan menggunakan perusahaan
yang berbeda- beda (Group). Dan praktek monopoli secara terang- terangan adalah,
penguasaan sejumlah paket proyek pada
satu instansi oleh satu pengusaha dengan satu perusahaan. Atau dengan kata
lain, satu perusahaan menguasi 4 hingga 30 paket proyek dengan total anggaran
yang berkisar antara Rp.20 miliar hingga Rp.1,5 triliun pada Tahun Anggaran
yang sama.
Penguasaan Ekonomi
Hasil akhir dari kegiatan usaha yang masih mendewakan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, termasuk didalamnya persekongkolan
dalam tender adalah, tidak terbukanya kesempatan yang sama antar pengusaha
untuk menjalankan kegiatan- kegiatan, terutama yang dibiayai oleh pemerintah
(uang negara). Dan bahkan yang paling berbahaya adalah, penguasaan terhadap
ekonomi oleh pihak- pihak tertentu (pengusaha plat merah berlabel “hitam”-Red).
“Yang kaya semakin kaya, yang
miskin tambah miskin”. Ungkapan ini tentu saja akan terus melekat dalam penyelenggaraan
negara yang mendewakan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Tender dengan sistem online hanya
akan menjadi tender untuk memenuhi tuntutan administrasi saja, jika sistem yang
bagus tersebut tidak dijalankan dengan benar, terlebih jika penyelenggaranya
bermental dan berakhlak “buruk”.
Jika memang penyelenggara negara
benar ingin membuat sistem tender dari manual ke online yang lebih baik, tentu saja harus memulainya dengan menambal
celah- celah yang ada. Memilih panitia tender yang punya integritas juga
menjadi faktor penentu dalam melakukan perbaikan. Karena sebaik apapun
sistemnya, tetapi jika dijalankan oleh manusia- manusia “serakah”, tetap saja
akan sia- sia. Panitia yang dipilih juga harus yang benar- benar tidak
terafiliasi dengan perusahaan- perusahaan tertentu. Tentu saja pembatasan akses
atas diri panitia juga menjadi hal yang patut dipertimbangkan, terutama dengan
mulai memasang CCTV dalam ruang kerjanya, selalu memantau gerak- geriknya
diluar jam kerja, dan lain- lain yang dianggap perlu untuk perbaikan.
(Barisan Rakyat Anti Korupsi)
(Barisan Rakyat Anti Korupsi)
Sumber
http://barakindonesia.com/berita-718-tender-online-jadi-ajang-monopoli-proyek.html